Hari sudah senja. Langit sore menyajikan pendar jingga
yang kini telah berubah menjadi kelam.
“ Hmmm....” ( Menghela nafas panjang )
Aku harap minggu kali ini tak sekelabu seperti malam
minggu yang telah membawaku ikut kelam.
“ Semoga “ ( Pintaku dalam hati )
Diluar malampun dipayungi langit pekat tanpa ribuan
bintang. Hujan gerimis turun dan kini semakin lebat. Bumi seakan menggigil
kedinginan seperti diriku kini.
“ Malam minggu kali ini tak boleh ada tangis sedikitpun “
bertekad
Namun...
Ya Tuhan... Mengapa setiap rasa rindu itu hadir, setiap
kesendirian melanda, aku tak mampu untuk mengelak. Aku tak tahu harus bagaimana
cara untuk bertahan. Aku bahkan sangat begitu rapuh dan tersiksa selepas
kepergian beliau. Dan sejak saat itulah seperti mimpi buruk mulai berawal.
Aku mencoba menepis rasa rindu ini. Air mata ku hapus
kini dan berusaha lebih ikhlas melepaskan kepergiannya. Aku harus bangkit
menjalani keadaan dan kenyataan daripada aku harus menyalahkan segalanya.
Takdir ini bukan untuk aku tangisi tapi aku harus jalani seperti apa nasibku
kedepannya.
Aku kembali mengusap air mataku yang masih tersisa
dipipi. Aku berdiri didepan cermin melihat bayangku yang masih termenung. Aku
mencoba tersenyum semanis dan secantik mungkin. Akupun meyakinkan diri. Mungkin
dengan begini tekadku akan semakin bertambah kuat.
“ Hmmm... Aku harus bisa bangkit lagi “ membulatkan tekad
kembali
Tapi...
“ Oh Tuhan...mengapa aku masih tak punya kekuatan untuk
melepas kepergian mama ? “
Tanpa kusadari untuk kesekian kalinya cairan bening itu
kini mengalir lagi.
“ Mama... aku rindu mama “ jerit bathinku
Hujan semakin bertambah lebat seperti air mataku kini. Teringat
kembali minggu malam 14 januari 2006, pukul
18:30 hingga malam pergantian hari. Aku masih melihat sebersit senyuman dan
tatapan tajam penuh isyarat tapi tak dapat aku tangkap arti maksud dan
tujuannya. Itu adalah hal yang terbodoh yang pernah aku alami. Rasa sakit yang
membelenggu tak terasa terlihat diwajah mama. Akupun merasa yakin, mama bisa
bertahan hidup lebih lama lagi. Melihat jika aku menikah nanti serta
menyaksikan cucu-cucu dari kakak-kakakku
tumbuh menjadi dewasa. Namun Tuhan berkehendak lain. Pukul 00.45 januari
tanggal 15, tahun 2006. Mama menghembuskan nafas terakhirnya tanpa sepatah kata
terdengar ditelingaku dan benar-benar tanpa aku sadari. Tergolek dengan kedua
tangan telah tertata rapi di atas perut
menghadap kearah kiblat, seakan mama
benar-benar telah mempersiapkan
kepergiannya. Masih terasa hangat suhu tubuhnya, kedua mata terpejam dan mulut
tertutup rapat layak orang yang sedang tertidur dengan pulasnya. Mamaku telah benar-benar
pergi meninggalkanku tanpa pesan apapun. Yang aku tahu pasti, mama selalu
mempertanyakan kapan pagi akan tiba. Pemberontakan serta tangis dan teriakanku
terasa sia-sia. Mama tak akan kembali lagi menyapa dunia.
Aku berusaha bersabar dan mencoba untuk ikhlas. Doa tak
henti aku lepas hingga mama keliang lahat. Aku semakin tak kuasa membendung tangisku melihat mama telah
diturunkan bersatu dengan tanah . Mulut pun aku bekap dengan kedua tanganku, agar suara
tangis ini mampu aku redam. Sakit hati ini terasa menyesakkan dada dan raga serasa
tak mampu lagi aku topang.
Hari itu adalah hari yang benar-benar tak dapat aku
lupakan dalam hidupku. Tak dapat aku tanggalkan seluruh peristiwa itu dari
benakku hingga saat ini. Sampai detik ini bayangan mama selalu menghiasi
fikiranku.
Entah untuk yang keberapa kalinya aku kembali mengusap air mataku.
“ Aku nggak boleh cenggeng, aku nggak boleh nangis lagi “
membulatkan tekad lagi dan lagi.
Aku mulai beranjak dari tempatku mematok diri menuju
pembaringanku. Aku meraih bolpoin dan buku diary diatas kasurku. Aku mencoba
mengusir rasa itu dengan menuliskan sebuah kata demi kata merangkai menjadi
sebuah puisi untuk mewkili segala perasaanku saat itu.
Dear diary
Sweet home 06-03-2006
Dear yang kurindu...
Dingin malam hatiku resah
Rasa rindu ini membelenggu asa
Dan kini berkecamuk dikalbu
Inginku lari tapi kemana ?
Ingin kugapai aku tak sampai
Ingin kurengkuh apa daya aku tak mampu
Untaian kata memendam rasa
Engkau ku sayangi selamanya.
Malam mulai larut . Bintang masih saja tertutup awan
hitam. Anginpun berhembus mendinginkan suasana . Aku merebahkan tubuhku,
ku sembunyikan wajahku yang telah sembab oleh air mata. Aku rasa air mataku telah habis
terkuras oleh kenangan. Sambil ku telungkupkan kepala dibalik lengan,
mataku kini telah sayu. Tanpa aku
menyadari, saat itu dengan perlahan dan pasti kedua mataku mulai terpejam.
Seakan aku telah meninggalkan dunia menuju batas cakrawala melewati berbagai
ruang. Akupun mulai tertidur.
Good nigth mom And I miss you..
Diperbaharui
kembali bentuk penulisan
serta judulnya jumat 24 maret 2017 jam 20:15